Selasa, 06 Mei 2008

Saat Diam Menjadi Emas

Majelis pengajian itu telah di penuhi oleh orang-orang.
Mereka duduk mengelilingi seorang Ulama. Al-Sya'bi, ulama itu bersiap-siap mengajarkan ilmunya.

Tiba-tiba diluar sana terdengar suara orang bertengkar.

"Ada apa ini?" tanya Al-Sya'bi.

"Kedudukanku lebih tinggi dari kamu. Sejak dahulu kaum bani Al-Amiri selalu lebih unggul dari segala hal," kata Al-Amiri bangga.

"Tidak! Akulah yang lebih tinggi!" teriak Al-Asadi tak mau kalah.

"Mana buktinya?" tantang Al-Amiri.

"Hemm......, kau mengaku lebih tinggi, tapi tidak bisa membuktikannya," kata Al-Amiri seraya menarik baju Al-Asadi dengan kasar. kedua tangannya diikat.

Al-Asadi diam tak berkutik. Al-Amiri merasa menang.

"Semua orang tahu kalau kaum Al-Amiri lebih tinggi kedudukannya!" sahut Al-Amiri sombong lalu mendorong Al-Asadi kehadapan Al-Sya'bi.

"Tolong, lepaskan saya, "kata Al-Asadi.

"Tidak akan kulepaskan! Jika Al-Sya'bi belum menentukan kalau akulah yang menang," kata Al- Amiri, sambil tersenyum kecut.

Al-Sya'bi menoleh kearah Al-Amiri.

" Lepaskanlah temanmu itu. Baru saya akan menentukan siapa yang menang diantara kalian, "kata Al-Sya'bi.

Dengan penuh rasa menang Al-Amiri melepaskan Al-Asadi.

"Al-Asadi, aku tidak berpendapat kalau kau sudah kalah. Sebab, kau memiliki enam kebanggaan yang tidak di punyai oleh orang lain," kata Al- Sya'bi.

"Tuan coba katakan kepadaku, apa enam kebanggaan yang dimiliki Al-Asadi itu?" tanya Al-Amiri penasaran. Al-Sya'bi pun tersenyum.

"Pertama, di antara kaum Asad ada wanita yang menjadi istri Rasulullah, yaitu Zainab binti Jahsy. Kedua, diantara kaum Asad ada yang dijamin masuk surga, ia adalah Ukasyah bin Muhsin yang mati Syahid. Ketiga, salah seorang dari kaum asad menjadi pengibar bendera pertama dalam islam, yaitu Abdullah bin Jahsy. Keempat, orang yang mengadakan baiat ialah Al-Ridwan dari kaum Asad. Kelima, dalam perang Badr terdapat tujuh persen kaum Asad. Keenam, harta rampasan yang pertama kali di bagi dalam Islam adalah harta rampasan kaum Asad," kata Al-Sya'bi. Wajah Al-Asadi pun berubah berseri-seri.

Al-Amiri terkejut bukan main. Ia tertunduk malu dan menaruh rasa hormat yang tinggi pada ulama itu. Ia tahu betul kalau Al-Sya'bi seorang ulama yang mulia.

"Maafkan aku, teman. Tidak seharusnya aku merendahkanmu," kata Al-Amiri kepada Al-Asadi. Keduanya lalu saling berpelukan. Tak ada pertengkaran lagi.

Ulama itu senang. Ia ingin menolong yang kalah dan yang lemah dari yang menang dan yang kuat. Dan seumpama Al-Amiri yang kalah, ia pun akan menerangkan kelebihan kaum Al-Amiri, yang tidak diketahui orang lain.

Al-Sya'bi kembali masuk ke majelisnya, dan memberikan pelajarannya. Seusai itu, ada seseorang yang berkata kepadanya.

"Tuan, Anda seorang ulama yang pandai dan ahli," kata orang itu. Al-Sya'bi merasa sangat malu di beri gelar semulia itu.

"Semoga Allah memberi rahmat kepadamu. Janganlah kamu memuji apa yang tidak kita miliki," kata Al-Sya'bi. Meskipun memiliki kedudukan tinggi, Al-Sya'bi tetap rendah hati.

Tidak berapa lama kemudian, datanglah seorang badui desa ke majelisnya. Dengan sungguh-sungguh ia mengikuti pelajaran. Al-Sya'bi memperhatikan orang baru itu. Ia kelihatan amat sederhana. Wajah dan sorot matanya tampak terang. Seperti genangan air di kolam bening. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya selama berada di majelis.

"Kenapa tuan tidak bicara?"

Orang Badui itu menatap Al-Sya'bi. Seulas senyum tampak di bibirnya.

"Diamlah, maka anda akan selamat. Dan perhatikanlah, maka anda akan mengetahuinya. Bila keuntungan sesoirang itu diperoleh melalui telinganya, maka keuntungan itu akan kembali padanya dirinya. Dan jika keuntungan itu diperoleh melalui lisannya, maka keuntungan itu akan kembali kepada orang lain." Jawab orang Badui itu.

Al-Sya'bi tertegun.

"Sungguh tinggi ilmu orang Badui itu" kata Al-Sya'bi dalam hati.

Ucapan orang Badui itu selalu diingat dalam hidupnya sebagai pelajaran yang amat berharga. Al-Sya'bi memang tidak segan-segan mencari pengetahuan dari siapa saja walaupun orang itu lebih rendah kedudukannya.

Dan, kemampuan itu dicapai oleh orang yang rendah hati seperti Al-Sya'bi, seorang ulama dari Kufah.

TAMAT

Tidak ada komentar: